Senin 14-09-15
Di mess, pulang kuliah.
Pernahkan kalian mendengar atau bahkan tahu dengan istilah kalimat "kehidupan bersumber dari perut" pasti kalian setuju dengan kalimat ini. Secara ilmiah kita memang mulai berkembang dari setitik air nira menjadi tubuh yang utuh seperti sekarang bersumber dari perut ibu, namun bukan itu yang akan aku bahas kali ini, tetapi emosi, cinta, damai, dan mungkin nafsu, ternyata secara tidak sadar semua itu berawal dari perut kita.
Di mess, pulang kuliah.
Pernahkan kalian mendengar atau bahkan tahu dengan istilah kalimat "kehidupan bersumber dari perut" pasti kalian setuju dengan kalimat ini. Secara ilmiah kita memang mulai berkembang dari setitik air nira menjadi tubuh yang utuh seperti sekarang bersumber dari perut ibu, namun bukan itu yang akan aku bahas kali ini, tetapi emosi, cinta, damai, dan mungkin nafsu, ternyata secara tidak sadar semua itu berawal dari perut kita.
Seperti hari ini, setelah hampir tiga bulan libur panjang, pelajaran kuliah di awal semester pun dimulai, temu kangen bersama-sama teman, bercanda, dan berseri bersama. Tapi entah kenapa justru aku hanya bisa senyum kecut. Tak seceria temanku satu grub, tegang, sedikit berkeringat, pikiran hanya tertuju pada satu hal, maba (mahasiswa baru). Selesai sholat magrib dimasjid kampus segera mungkin aku ke bagian keuangan kampus, melunasi biaya spp untuk satu semester kedepan, buruk memang karena harus mengejar waktu sebelum kelas dimulai.
Menunggu, lagi lagi harus menunggu untuk antre, tapi kali ini aku tak bosan namun justru bersyukur sudah dibuat antre, berdiri berjejer seperti membeli tiket bioskop, tepat di depanku. Seorang maba berdiri tegap, parasnya yang kasual namun tetap sopan dengan jeans dan sepatu cat nya yang menawan, siapa kah dia. Dan entah apa yang terjadi, apakah insting gaydar ini berfungsi? Tiba tiba dia menoleh dan tersenyum padaku. Oh tidak, senyumnya yang mamies bersimpul tipis, dengan bibir yang merah layaknya buah cerry nan manis, seolah menghanyutkanku untuk bisa menciumnya, lagi lagi perutku bergetar seolah ada jam weker yang berdering. Ku balas senyumnya dan sedikit mengagguk tertunduk menyembunyikan rona pipiku yang merah.
Kelas pertama tidaka ada yang menarik, praktik akuntansi justru membuatku semakin pusing, begitu melihat soal semua ingatanku seolah hilang bak ditelan bumi dan lenyap, "apa yang jarus aku kerjakan?" gumamku lirih karena kesal dan yach hanya 9 soal yanga aku krjakan dari 20 soal, dan itupun aku tidak yakin apakah benar atau salah.
Menunggu, lagi lagi harus menunggu untuk antre, tapi kali ini aku tak bosan namun justru bersyukur sudah dibuat antre, berdiri berjejer seperti membeli tiket bioskop, tepat di depanku. Seorang maba berdiri tegap, parasnya yang kasual namun tetap sopan dengan jeans dan sepatu cat nya yang menawan, siapa kah dia. Dan entah apa yang terjadi, apakah insting gaydar ini berfungsi? Tiba tiba dia menoleh dan tersenyum padaku. Oh tidak, senyumnya yang mamies bersimpul tipis, dengan bibir yang merah layaknya buah cerry nan manis, seolah menghanyutkanku untuk bisa menciumnya, lagi lagi perutku bergetar seolah ada jam weker yang berdering. Ku balas senyumnya dan sedikit mengagguk tertunduk menyembunyikan rona pipiku yang merah.
Kelas pertama tidaka ada yang menarik, praktik akuntansi justru membuatku semakin pusing, begitu melihat soal semua ingatanku seolah hilang bak ditelan bumi dan lenyap, "apa yang jarus aku kerjakan?" gumamku lirih karena kesal dan yach hanya 9 soal yanga aku krjakan dari 20 soal, dan itupun aku tidak yakin apakah benar atau salah.
Kelas kedua. Ruang 304
Keadaan masih sepi, jam sudah menunjuk pukul 20.17 ku buka ponselku untuk menghibur diri, mencari celah kekosongan waktu agar tidak bosan, tak berselang lama satu per satu anggota kelas kewirausahaan sudah mulai datang. Perutku kembali bergetar, namun hanya ludah yang sanggup aku telan, bayangan itu, sensasi itu, semakin membuatku tak berkonsentrasi pada mata kuliah kewirausahaan, rasanya sangat dalam, lembut namun berurat, aku semakin tak tahan dan ingin segera pulang. Dan sudah terjadi......
Keadaan masih sepi, jam sudah menunjuk pukul 20.17 ku buka ponselku untuk menghibur diri, mencari celah kekosongan waktu agar tidak bosan, tak berselang lama satu per satu anggota kelas kewirausahaan sudah mulai datang. Perutku kembali bergetar, namun hanya ludah yang sanggup aku telan, bayangan itu, sensasi itu, semakin membuatku tak berkonsentrasi pada mata kuliah kewirausahaan, rasanya sangat dalam, lembut namun berurat, aku semakin tak tahan dan ingin segera pulang. Dan sudah terjadi......
Jam sudah terlalu malam, hanya kecewa yang bisa aku rasakan, perutku semakin berontak tak karuan, lapar itu yang aku rasakan. Kelas baru aroma baru, dan hanya aroma bakso yang menghiasi
Kelas kelas baruku emosi lapar mengganggu.
Kelas kelas baruku emosi lapar mengganggu.
Salam
Wisnu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar