Minggu, 13 September 2015

Puisi Dalam Kesunyian

Minggu, 13-09-15
Apakah seorang cowok boleh menangis?
Jika tidak dan salah maka ma'afkan lah, karena aku juga manusia, bukan sebuah robot yang hanya diprogram menjadi satu tujuan, aku juga punya perasaan yang sama seperti kalian. Namun bila seorang cowok boleh menangis, maka biarkan aku menangis dan meluapkan seluruh kesedihan, kehilangan, kehancuran, dan keterpurukan.
Hari ini hari yang sugguh membuatku menjadi manusia tak punya daya, tak punya kuasa, tak berharga, tak bisa untuk mendapat cinta. Bisa engkau bayangkan aku hanya sendiri di ruangan gelap dan pengap, tak ada cahaya, suara, bahkan bayangan yang selalu mengekor kemanapun kita berjalan tak ada disamping kita.
Bermula dari pembatalan seluruh pesenan yang sudah ditanda tangani membuatku sedikit ragu akan berlajutnya hari ini dengan penutupan sebuah kebahagiaan, aku menjadi kehilangan seluruh pendapatan, padahal biaya hidupku masih butuh 3 minggu lagi. Tapi apalah itu semua ku maklumi karena aku yakin rejeki, umur, jodoh sudah menjadi urusan Tuhan aku pasrah. Jam masih pukul 09.00 pagi, selesai mandi dan sarapan sepotong mangga dari pak Rizal, salah satu penjaga malam yang juga tidur satu blog mess tempatku menginap.
Segera aku ambil ponsel untuk menghubungi salah satu supplier barang pesanan ku, tak mungkin aku batalkan karena uang sudah aku transfer.
"Iya mas aku masih di rumah" jawabnya singkat
"Aku ke rumah sekarang"
"Ok"
Dengan si merah yang selalu menemaniku aku berangkat ke rumah sekaligus gudang tempat dia menjual dagangan barang barang asesoris ponsel. Cukup jauh namun tak seberapa karena jalan cukup lenggang sehingga dalan satu jam aku sudah sampai
"Sepada"
"Iya sebentar" jawab seorang cewek ya kira kira umurnya masih 21 tahun. Yang aku kira adalah anak pemilik usaha ini. Ternyata dia sendiri lah yang mempunyai usaha. Kaget juga masih muda sudah sukses, ternyata punya usut dia sudah melakukan usaha jual asesoris ponsel sejak masih duduk dibangku SMP. Hhhmmm kagum aku
"Mba saya mau ambil barang"
"Iya mas wisnu ya?"
"Iya"
"Sebentar ya mas, saya ambilkan di dalam, mari masuk duduk dulu"
"Iya terimakasih"
Teras yang cukup luas membuat angin bebas masuk dalam sela sela tirai bambu, kursi klasik dari bambu dan hiasan dinding berlukiskan pengunungan dan aliran sungai yang di desaign sedemikian rupa seolah aku berada di alam pedesa'an. Gemricik suara air dari pancuran kolah juga semakin membuatku terasa nyaman, menjadi rindu dengan rumah di desa Kediri, rumah ayahku dan juga almarhumah ibu.
"Ini mas barangnya"
"Terimakasih ya mba, oh ya sampaikan juga sama ibu Dewi"
"Nggak usah panggil ibu mas, saya kan masih muda"
"Loh kog??"
"Iya saya yang punya usaha ini"
"Ooo hehehe" senyumku kecut dan sedikit malu kudian pergi meninggalkan rumah sekaligus gudang itu.
Tak berfikir untuk balik ke mess, karena jam sudah menunjuk pukul 10.30, terika matari yang menyengat tidak mampu menembus jaket parasutku hanya saja terasa sedikit basah, mungkin keringat yang sudah mencucur dalam jaketku.
"Jadi dimana? Sudah sampai mana?"
"Ping, ping, ping" isi chat bbm ku pada Ina salah satu anggota yang akan melakukan pemotretan dengan ku siang ini.
Tak ada jawaban, sehingga kupuskan untuk berhenti sejenak dibawah pohon besar yang tertanam dihalaman sebuah bank, sentak aku cek isi dompetku untuk memastikan jumlah uang apakah masih cukup untuk satu minggu kedepan. Betapa terkejutnya aku ternyata dompet kosong, tanpa berfikir panjang aku segera ke ATM dan Ya Tuhaannn, apakah yang terjadi padaku, sebodoh itukah diriku? Saldo akhir setelah aku tarik tunai tinggal Rp10.758,26 ku masukan dua lembar 50 ribuan ke dalam dompet lalu mengelus dada, sabar sabar sabar.
"Mas jadi, sekarag otw (on the way) ke studio, mas dimana?" isi pesan dari Ina
"Ok, studio mana?"
"Di jalan Slamet"
"Ok"
Menunggu cukup lama, skitar 1 jam, akhirnya dia datang, bukan Ina, melainkan dia, dia yang bekerja di stasiun, iya hari ini dia juga ikut pemotretan, wajahnya tampak berseri, cakep seperti biasa, namun kali ini raut wajah yang sedikit lelah sempat tersirat dalam gerutan wajahnya. Hihihi
Setelah cek ini studio dan bertanya soal harga, kami batal untuk sesi pemotretan di studio itu karena harus mengantre lebih lama, aku tak setuju dan akhirnya kita pindah ke lokasi lain yang terletak di jalan Darmo, bukan studio resmi melainkan teman kenalan yang siap membantu dengan biaya gretong alias gratis. Huahahaha
Tak bisa berlama lama jepretan demi jepretan telah usai, tepat pukul 13.00 aku pamit untuk menghadiri undangan sing a song di sebuah tempat karaoke di jalan Kedungdoro, sedikit terlampat namun masih ditolelir karena ternyata yang lain juga belum pada datang. Suasana ruko yang telah disulap menjadi karaoke seolah tempat ini menjadi ajang untuk pelepas stress, yacj semoga aku bisa melepas lelah.
13.30
       To be continue........
Salam
Wisnu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar